Ilustrasi/Istimewa

Bahasa Indonesia wajib,  bahasa daerah pasti, bahasa asing perlu.

Seiring perkembangan zaman, generasi muda saat ini sering disebut generasi milenial. Generasi yang mendapat banyak kemudahan dalam mengakses informasi dari segala hal. Indonesia memang memiliki beragam suku bangsa dan bahasa. Dalam berinteraksi, setiap individu tidak hanya berinteraksi dengan satu suku daerah saja, melainkan bisa dengan berbagai suku bahkan negara.

Interaksi sosial setiap individu pasti membutuhkan bahasa. Bahasa yang digunakan tentu bahasa yang bisa digunakan orang-orang diseluruh negara sehingga memudahkan mereka dalam berinteraksi. Dengan begitu, orang cenderung menggunakan bahasa internasional, sehingga berangsur-angsur melepaskan bahasa daerah yang menjadi ciri khas dirinya tinggal. Maka dari itu budayakan bahasa daerah pada generasi milenial.

Seperti yang sudah kita lihat sekarang ini, penggunaan bahasa daerah sudah mulai hilang dikalangan generasi milenial. Bahasa daerah juga jarang sekali diajarkan orang tua kepada anak-anaknya. Mendidik anak menggunakan bahasa daerah tidak hanya dikalangan rumah saja, namun di lingkungan masyarakat juga perlu mengajarkan dan melestarikan bahasa daerah yang merupakan budaya dan nilai luhur daerah.

Fenomenanya, desa atau kampung-kampung yang biasanya menjaga kelestarian bahasa daerah pun mulai terjajah dengan pembangunan yang mengarah pada “mengkotakan desa”. Lambat laun desa yang khas dengan budaya dan bahasa, berubah menjadi kota dengan pesatnya pembangunan dan perkembangan sekarang ini. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh dalam bahasa yang menjadi peran penting dalam berkomunikasi.

Dengan perubahan yang terus terjadi dengan segala pencitraan dan banyaknya pergaulan, apakah yang paling khas masih bisa didapatkan di zaman yang akan terus berkembang sekarang ini? Dengan segala kecanggihan teknologi, kepintaran, dan keindahan sekarang ini budaya akan tetap terjaga dan terus dilestarikan?

Masyarakat yang kental dengan tradisi adat serta bahasa, mau tidak mau harus mengikuti perkembangan zaman yang semakin canggih dengan berbagai teknologi. Begitu juga pemuda-pemudi yang tinggal di desa, dituntut paham dan mengerti dengan teknologi. Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini, sedikit banyak pemuda mulai menghilangkan dan melupakan budaya dan bahasa daerahnya.  Sehingga generasi milenial sekarang miskin akan bahasa daerah. Negara eropa yang semakin canggih dengan teknologinya telah jenuh dengan rutinitas dan hiruk pikuk kesibukan. Mereka mencanangkan Slow City, yang menekankan pada penjagaan dan mempertahankan budaya lokal serta memajukan kekhasan dalam kotanya (Widyaningsih, 2008). Hal tersebut sebagian masih dijalankan di Indonesia, namun sebagian besar sudah mulai ditinggalkan. Lalu apakah Indonesia masih menghendaki menuju era serba teknologi dan meninggalkan budaya serta bahasa lokalnya?.

Permasalahan yang didapat nantinya, ketika penutur yang lebih tua dari generasi milenial sudah gugur, maka tinggallah generasi milenial dan generasi selanjutnya. Apakah masih relevan dan efektif menggunakan bahasa daerah nantinya?

Kita tidak dapat memaksa semua menggunakan bahasa daerah, karena di luar rumah kebutuhan berkomunikasi tidak cukup dengan satu bahasa saja, melainkan multibahasa,  begitu lah cara generasi milenial sekarang ini bergaul. Sehingga kebutuhan akan berkomunikasi diantara mereka berjalan dengan baik. Efektifnya bahasa daerah karena keluarga, sebagian besar keluarga masih dalam satu rumpun yang sama.

Generasi milenial yang hidup dalam ruang lingkup yang luas, sejak kecil tentu memiliki pengaruh positif dan negatif bagi tumbuh kembangnya. Setiap generasi memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Namun,  bukan untuk membuly kekurangan setiap generasi melainkan mengambil pelajaran positif di era sekarang maupun sebelumnya. Bahasa daerah merupakan perwujudan bangsa, indonesia memiliki keramah tamahan dalam kehidupan sosial dan spiritual. Maka sebagai generasi penerus bangsa lestarikan lah bahasa daerah kita.

Penulis: Choirunnisa, mahasiswa semester 7 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here