Rahayu Afifah

Karya Rahayu Afifah

“Zaman milenial ini banyak tingkah masyarakat yang bikin geleng-geleng kepala” ucap seorang pemuda sambil menyeruput kuah baksonya.

“Yaa…. mau diapakan lagi tohh Mas, bahkan tingkah pemuda-pemudi juga harus diperbaiki” jawab tukang bakso.

“Merasa aneh saja dengan Indonesia ormas berubah menjadi partai, banyak kaum yang menomor satukan ormasnya, padahalkan surga ditelapak kaki Ibu, bukan di dalam ormas. Bahkan banyak pemuda yang baru mengenal politik sudah sok mengerti tentang apa yang menjadi pandangannya” balas pemuda itu dengan terus menikmati bakso di mangkuknya, sambil terus mengelap peluh yang yang tiada henti mengalir di wajahnya, sesekali ia menyeruput es teh demi meredakan rasa pedas yang bergejolak dimulutnya.

 “Bang baksonya bang” dua orang pemuda datang memesan bakso milik Kang Emil.

“Iya Mas, sebentar” Kang Emil beranjak dari tempat duduknya “Mas, saya ada pembeli tinggal dulu ya” ucap Kang Emil kepada pemuda tadi.

“Iya Kang.”

            Dua orang pemuda tadi duduk di sebelah Reno -pemuda yang sempat berbincang dengan Kang Emil tadi- Reno terus melahap baksonya dengan santai sambil mendengarkan perbincangan dua orang pemuda di sebelahnya.

Bukankah jika kita membiarkan presiden lama tetap menjabat akan lebih baik ? ucap pemuda manis bertubuh tambun itu.

“Apalaah menjabat lagi. Gak Wok enggak, selama masa jabatan yang sekarang  ini aja hasilnya belum bagus toh, belum menyebar luas” balas pemuda disebelahnya dengan aksen Jawa yang medok.

“Haduh Dimas kok gak ngerti ya makanya masa jabatannya diperpanjang, biar lebih merata kan kalo gitu masa waktu pembangunannya lebih lama kan, jadi pembangunan-pembangunan yang belum selesai bisa diteruskan.”  Balas pemuda bertubuh tambun itu.

“Halah, mboh lah seng penting aku pilih nomer dua” ucap Dimas.

“enggak lah pilihan ku tetep mantep loh Dim, apalah nomer dua cuma menang pamor aja, sok lagi. Mending pilihanku lah, paslonnya bagus, sudah terbukti di lima tahun belakang ini, nah ditambah lagi satunyakan kiyai apa gak indah tuh nanti Indonesia lebih menjunjung keislaman, kalo paslon yang satunya cuma janji manis belaka udahlah pindah paslon saja.”

“Bowok apaan sih? Pilihan ku yo yang tak anggap bagus dong haru…..” ucapan Dimas terpotong oleh Kang Emil yang datang.

“Ini baksonya dek” ucap Kang emil.

“Makasih Kang” balas Dimas.

Seng penting aku mah tetep pilih nomer dua apapun pendapat koe, bodo amat ora tak pikeri” ucap Dimas melanjutkan kalimatnya yang terpotong tadi sambil menambah kecap dan cabai kedalam bakso dihadapannya.

“Apaan sih lo, gakk asik! Cupu! Pilih presiden kok yang gak berkualitas, udahlah ah gue duluan, males banget!” ucap bowok.

“lha kok koe sensitif banget toh? Yo wes lah” balas Dimas, Bowok merasa kesal dan memutuskan pergi dari warung bakso Kang Emil.

“Berapa baksonya Kang? Ini di bungkus saja!” pinta Bowok.

“Lima belas ribu Dek, ya sebentar atuh, Saya bungkus dulu.”

Kang Emil segera melakukan permintaan Bowok, Kang Emil memberi kembalian pada Bowok karna dia tadi memberi pecahan uang lima puluh ribuan dan  memberi bakso yang telah dibungkus kepada Bowok. Bowok langsung bergegas meninggalkan Dimas sendirian. Dimas pun tak peduli dia tetap asik mengunyah kenyalnya pentolan bakso Kang Emil.

“ Apasih, si Bowok gampang banget ngambekan,  harusnya kan ya apa pendapat ku ya itu milik ku, apa mendapat mu ya itu milik mu. Dasar gempal!” gumam Dimas saat Bowok beranjak meninggalkannya.

            Kang Emil kembali duduk di hadapan Reno, mereka saling tatap dan merasa geli dengan tingkah dua pemuda itu, mereka merasa heran dengan perbincangan yang mereka mulai pagi ini, mereka mendapatkan contoh langsung di mana tidak dewasanya oknum-oknum yang berbeda pendapat. Mereka sama-sama merasa paling benar, apa yang mereka pilih adalah yang terbaik untuk negeri ini. Pendapat mereka adalah hal yang paling benar dan harus diikuti oleh semua orang disekitar mereka.

            Dimas  menghabiskan baksonya dengan cepat, tak lama dia pun juga bergegas pergi, dengan meninggalkan uang lima belas ribu di bawah mangkuk baksonya. “Yuk Kang, makasih” ucap Dimas sebelum pergi.

“Iya, mari Dek, makasih kembali.”

“Gimana mas? Mereka pemuda labil yang lebay tohh ? memaksakan apa yang ia sukai kepada oranag lain, merasa jagoannya yang paling jago. Ayam kali ya hehe” ucap Kang Emil.

“Huss…  jangan gitu Kang, mereka hanya kurang dewasa, mereka tak bisa menempatkan bahwa perbedaan pendapat itu tak masalah, perbedaan pilihan itu gak masalah”

“Mereka membela mati-matian orang yang tidak dikenal, ribut sama sahabat sendiri. Hanya gara-gara politik mereka lepaskan saja hubungan baik yang mereka rangkai selama bertahun-tahun atau entahlah Mas kita gak tau mereka tadi itu sebenarnya teman atau tidak hehehe” balas Kang Emil lagi.

“Biarlah Kang, mereka perlu belajar banyak hal lagi di luar, mereka adalah pemuda yang lebih fokus bermain di dunia maya. Di dunia yang hanya bermodalkan jempol untuk mengkritik, menghujat, dan menghina apa saja yang tidak mereka sukai!. Oh iya Kang baksonya tambah lagi ya Kang, di bungkus dua, dua-duanya pedes yang satu gak pakai mie pentol gedenya dua, yang satu pakai mie pentol kecil semua” ucap Reno.

“oke Mas, siap, saya siapkan dulu.”

***

            Politik adalah ajang di mana masyarakat dibebaskan berpendapat, bukan dibebaskan memecah hubungan yang erat, fikiran kumuh mereka tanpa melihat kemungkinan besar yang terjadi jika mereka memutuskan hal yang antimainstream, segala hubungan tali bisa saja mereka putus dengan mudahnya. Jika tidak suka cukuplah dengan tidak memilih, tak perlu membenci, menghina merendahkan atau memfitnah. Semua orang bisa memilih tapi tak semua orang bisa belajar adab ditambah lagi para kaum golput yang memubadzirkan fasilitas konstitusional dengan tidak memilih paslon yang ada. Baliho dimana-mana, mural dimana-mana, namun moral mulai menghilang. Perbedaan sudut pandang politik tidak seharusnya mempengaruhi hubungan manusia, tidak boleh menjadi lahan untuk perpecahan dan pertikaian terutama antar anak bangsa.

Rahayu Afifah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi.

SHARE
Previous articleSAYEMBARA TAHTA
Next articleTARRANT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here