Pagi itu tepat pukul 09:30 WIB kami pergi menyusuri sebuah desa yang terletak di Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, yaitu desa Pematang Jering. Dinamakan Pematang Jering, karena Pematang memiliki arti daerah yang tinggi sehingga jarang terkena banjir, dan jering yang berarti jengkol karena dulunya banyak ditumbuhi pohon jengkol. Dengan mengendarai sepeda motor, perjalanan kami berdua ditemani rintik hujan yang membasahi kulit sehingga terasa dingin. Di sepanjang jalan kami disuguhkan dengan pemandangan asri yang memanjakan mata.

Cuitan burung wallet terdengar sangat nyaring, serta bau amis dari keramba- keramba ikan di pinggiran Sungai Batanghari, yang umumnya merupakan mata pencaharian penduduk setempat. Di tengah perjalanan kami mencium bau yang cukup menyengat. Ternyata bau itu berasal dari tempat peternakan ayam.

Gelak tawa dan canda mewarnai perjalanan kami yang menyenangkan meskipun jalan yang kami tempuh licin karena baru diguyur hujan semalam.

Sekitar 20 menit, sampailah kami pada sebuah tempat yang menjadi tujuan utama, yaitu Candi Pematang Jering. Selang beberapa menit, datang seorang bapak-bapak paruh baya ke lokasi candi itu. Kami langsung menghampiri bapak tersebut.

“Maaf mengganggu waktunya pak, kami ingin menggali informasi seputar Candi Pematang Jering” Tanya kami

“ Oh iya, boleh – boleh”. Jawab bapak itu.

Batapa senangnya kami saat pak Gawi menawarkan untuk masuk ke dalam pagar agar dapat melihat candi secara dekat. Dengan penuh semangat, kami langsung masuk dengan catatan tidak boleh memindahkan posisi batu yang ada di sana. Kami sempat menyentuh beberapa batu tua yang lembab dan berlumut. Tekstur batu tersebut nampak kokoh dan ukurannya cukup besar berbeda dengan batu bata pada saat ini.

Lalu Pak Gawi mulai menceritakan hal- hal seputar Candi. Candi ini ditemukan pada tahun 1991, sebelumya masyarakat setempat telah mengetahui adanya gundukan tanah dan terdapat batu bata di dalamya. Tetapi, belum bisa memastikan apakah itu sebuah Candi atau bukan. Lalu Tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Batanghari meneliti temuan tersebut dan pada tahun 1992 dipastikan bahwa gundukan tanah yang berisi batu bata di dalamnya adalah sebuah Candi. Candi yang menghadap kearah Timur itu merupakan situs peninggalan Agama Budha dengan luas 16 x 36 meter.

Pak Gawi saat diundang serta menjelaskan situs bersejarah candi pematang jering

Candi ini diberi nama candi Pematang Jering yang diambil dari nama desa tempat candi ini berada. Candi Pematang Jering belum bisa dijadikan sebagai objek wisata, mengingat bahwa candi tersebut belum memiliki daya tarik dikarenakan kondisi fisik candi yang telah hancur dan belum dilakukan pemugaran.

Pak Gawi juga menceritakan alasan mengapa Candi Pematang Jering ini belum bisa dipugar, karena anggaran dari pemerintah difokuskan untuk menuntaskan pemugaran Candi Muaro Jambi terlebih dahulu yang telah menjadi objek wisata dan dikenal banyak orang. Pak Gawi berharap Pemugaran di Candi Muaro Jambi segera rampung, agar Candi Pematang Jering juga dapat dipugar secepatnya dan menjadi objek wisata.

Tak terasa Azan Dzuhur telah berkumandang menunjukkan waktu telah siang. Kami berdua pun izin untuk pulang dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gawi yang telah memberikan banyak informasi seputar Candi Pematang Jering. Ini adalah perjalanan yang tak terlupakan dimana kami mendapat banyak sekali pengetahuan tentang peninggalan bersejarah di Desa Pematang Jering. Ternyata di Jambi masih terdapat peninggalan bersejarah yang masih belum dikenal masyarakat luas. Peninggalan tersebut harus kita rawat supaya tetap terjaga kelestariannya. Kalau bukan kita yang meneruskan pelestarian budaya ini siapa lagi ?.

Penulis: Tiya dan Desti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here