Aktor OK SSKB saat mentas di Pekan Seni Budaya Melayu.

Jambi — Sejak berdirinya Sanggar Seni Kampus Biru perlahan ketakutan dalam diri mahasiswa mulai lepas. Ketakutan itu merujuk pada ngerinya untuk menampilkan karya. Banyak mahasiswa malu bermain teater dan publikasi tulisan. Rasa maluitu ibarat hantu bergentayangan dalam diri, belum lagi rasa takut tiba-tiba muncul. Beberapanya takut salah, takut jelek, takut sepi penonton atau pembeli, dan ketakutan lainnya.

Sanggar Seni Kampus Biru ingin mengusir hantu malu dan takut itu dari tubuh mahasiswa. Melalui karya itu mahasiswa juga bisa menjadi aktivis yang memperjuangkan kehidupan. Kunci utamanya adalah jadikan kritik sebagai pasangan hidup, sehingga kritik yang muncul harus ditampung dan dimasukkan ke dalam jiwa. Kritik bisa mempercepat pendewasaan karya.Mahasiswa harus pintar membaca peluang dan memanfaatkan kesempatan. Melalui proses itu akhirnya lahir beberapa karya seperti buku Dadung, cerita pendek, puisi, hingga pementasan teater Korupsi, Geng Motor yang Tobat, Ngasuh, Kopid-kopid, dan Anak Bebal yang Tobat. Semuanya merupakan proses untuk menumbuhkan kepercayaan diri.

“Anak Bebal yang Tobat” telah dipentaskan dalam acara Pekan Seni Budaya Melayu di Universitas Jambi dan Ragam Budaya di Taman Budaya Jambi. Garapannya diadaptasi dari teater tradisional Dul Muluk, dilakukan pembaharuan dari segi naskah, nyanyian, tokoh, kostum, serta beberapa unsur lainnya. Unsur-unsur penting seperti bahasa Melayu Jambi, tarian, tabuhan alat musik tradisional, dagelan mengundang tawa, improvisasi aktor, dan memadukan kostum kedaerahan tidak hilang. Namun bukan soal konsep garapan yang menjadi titik utama pembahasan tulisan ini, tapi dampak setelahnya.

Pementasan SSKB di Taman Budaya Jambi.

Sebagai penikmat sajian, penonton diberikan kesempatan untuk menafsirkan semua pesan yang tersaji. Persoalan yang diangkat sangat ringan karena berasal dari kehidupan sekitar. Mulai dari persoalan berita bohong, pandemi, sosial, ekonomi, hingga pendidikan banyak muncul dari dialog, musik, hingga tubuh aktor. Penonton terhibur dan tertawa puas apalagi dibumbui unsur komedi.

Ternyata kehidupan itu lucu, persoalan-persoalannya bisa menjadi hiburan ketika dialih wahana dalam bentuk teater. Pertunjukan teater ternyata bisa dijadikan obat penenang bagi penonton dalam menghadapi kehidupan yang semakin dagelan. Meskipun hanya mengobati sejenak hingga pementasan selesai, kemudian pusing lagi setelah keluar ruang pementasan.Setidaknya kita bisa menertawai diri sendiri sebagai manusia yang tidak luput dari dosa. Pementasan “Anak Bebal yang Tobat” adalah gambaran diri kita yang selalu bebal dari kehidupan. Ketika disuruh orang tua membeli sesuatu di warung, kita acuhkan. Ketika diminta mematuhi protokol kesehatan, kita menolak. Ketika dikritik, kita malah mengkritik balik. Masih banyak kebebalan lain yang tumbuh dalam tubuh. Termasuk tubuh aktor yang dalam pementasan itu menertawai dirinya sendiri.

Yuk Najah yang dalam pertunjukan itu berkarakter bijaksana saja ternyata juga bebal dalam hubungan asmaranya. Hingga kebebalan itu menjadi bahan gibah warga desa, katanya Yuk Najah mulai dari Senin sampai Minggu gonta-ganti laki. Jika karakter Yuk Najah yang bijaksana saja tidak luput dari sifat bebal, maka tidak heran Solmul dan Marpuah yang digambarkan nakal juga punya sifat bebal. Dari sana sebetulnya dapat ditarik kesimpulan bahwa semua orang berhak memberikan pelajaran kepada orang lain. Tidak ada yang tahu takaran kesucian dan keimanan seseorang. Seorang tahanan, pemabuk, hingga koruptor pun juga berhak memberikan pelajaran kepada orang lain, minimal pelajaran hidup mereka.

Pementasan “Anak Bebal yang Tobat” dikatakan berhasil bukan dari banyaknya tepuk tangan penonton, tetapi dari dampak setelahnya. Jika setelah pementasan ada satu atau dua orang yang hidupnya berubah menjadi lebih baik, maka pementasan bisa dianggap berhasil. Sulit memang untuk mengukurnya, agar aktor, pemusik, dan semua kru yang terlibat terbiasa dengan ketidakberhasilan. Sehingga memacu semangat berkarya lebih giat lagi, perlu diingat bahwa pujian bisa jadi racun jika diberikan terlalu banyak.  

JAMBI, 12 Desember 2021

(JB)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here