Dalam lamunan malam, ku persembahkan air mataku untukmu yang ku rindukan. Lewat jendela, ku coba mengintip. Dari kejauhan ku coba meraba dalam bayangan semu yang tak kunjung pasti. Bercumbu dengan nestapa, merayu dalam kesedihan. Terlihat wajah yang lelah, muka memerah dan tak pernah menyerah berjuang untuk mewujudkan impianku.

Sembari berbaring aku berpikir, keluarga adalah hal yang paling indah dalam hidupku. Aku sangat menyayangi kedua orang tuaku dan juga adik laki-lakiku yang baru berusia tujuh tahun. Selama ini, aku hidup bahagia bersama mereka. Namun, di balik semua kebahagiaan itu ada sesuatu hal yang membuat hatiku terasa kosong dan sedih. Dan, hal itulah yang membuatku tidak bisa memejamkan mata.

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi aku tak kunjung terlelap. Akhirnya, ku putuskan untuk bangun dan menyapa dinginnya kamar mandi dengan segelintiran air wudu yang sangat mendamaikan kalbuku kala itu. Pelan aku berjalan menikmati setiap detik suasana malam yang sangat sunyi dan sepi. Langkah demi langkah ku arahkan kaki ini menuju sajadah merah kesayanganku. Ya, ini adalah tempat favoritku karena di sinilah aku bisa mencurahkan segala isi hatiku kepada Sang Khalik dan bermunajat kepada-Nya. Ku laksanakan salat dua rakaat untuk mendamaikan hatiku. Ketika sujud, kurasakan betapa dekatnya aku dengan Tuhanku.

Setelah selesai shalat, entah mengapa air mata kembali menyapa pipiku yang hangat. Ketika memandang sajadah, rasanya hatiku seperti ada yang menyayat. Ketika melihat sajadah, yang ada di benakku adalah bayangan ayah tercinta. Entah mengapa memori-memori kenangan bersama ayah langsung muncul seperti kaset yang diputar begitu saja. Ketika aku dan ayah masak bersama, menonton bersama, berebut kamar mandi, rebutan makanan, rasanya aku sangat merindukan hal itu. Ayah adalah sosok yang selalu menemaniku, ketika aku sedang belajar atau mengerjakan tugas sekolah, ayah selalu menemaniku walau selarut apa pun. Ayah akan menawariku makanan, membuatkanku susu, menyuapiku dengan camilan dan selalu menjagaku bahkan dari gigitan nyamuk sekali pun. Tapi anehnya, aku tidak pernah sekalipun shalat bersama ayahku.

Aku sangat sayang kepada ayahku, tapi kenapa aku tidak pernah shalat bersamanya? Aku sangat merindukan sosok ayah yang bisa menjadi imam di keluargaku. Aku ingin di setiap sujudku ditemani oleh ayah tercinta. Aku sangat iri melihat teman-temanku yang selalu shalat bersama ayahnya. Aku sangat iri melihat mereka mencium punggung tangan ayah mereka ketika selesai shalat. Aku sangat iri kepada mereka. Aku sangat iri. Sangat iri.

Saat ini, aku tak kuasa menahan isak tangis. Air mata seolah tak tahu diri menetes begitu saja membasahi pipi dan pakaianku. Aku mengangkat kedua tanganku seraya berdoa.

“Ya Allah. Berilah hidayah kepada ayah hamba. Luluhkanlah hati ayah hamba agar mau melaksanakan kewajibannya kepada-Mu. Hamba tidak mau, ayah hamba masuk kedalam api neraka-Mu yang penuh dengan siksaan. Karena hamba tahu, amalan pertama yang akan Engkau hisab adalah shalat. Hamba sangat sayang kepada orang tua hamba. Ya Allah, izinkanlah hamba menjadi alasan orang tua hamba masuk kedalam jannah-Mu. Betapa senang hati hamba jika di setiap shalat hamba ada sosok Ayah yang selalu menjadi imam hamba. Hamba selalu merindukan hal itu terjadi ya Allah.”

Wanti, Mahasiswa Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia 2019.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here