“Masker nya mbak,yok dibeli maskernya!”
“Jangan percaya mbak, mas maskernya produk bekas.”
“Eh eh berlagak suci, aku sudah tahu semuanya!”
“Eh jangan fitnah!”.
Pertengkaran demikian sering terjadi diantara kedua pemuda yang sehari –hari bekerja di pasar suka maju, Budi dan Sentot panggilan mereka biasa disapa, selain berjualan masker, Budi juga berprofesi sebagai petugas gudang yang menjaga bagian pengadaan logistik rumah sakit, berbeda dengan Sentot hanya seorang buruh jahit di pabrik tekstil.
Gaji mereka yang tidak seberapa membuat mereka depresi dan kehabisan akal, ditambah lagi isteri yang sedikit –sedikit minta uang belanja, membuat keduanya pusing harus berbuat apalagi, selain rutinitas pasar, Budi adalah seorang penjahit kain di sebuah pabrik tekstil.
Sudah setahunan ini banyak korban berjatuhan, akibat wabah virus yang melanda, virus ini kabarnya berasal dari seorang pemuda yang baru pulang dari pulau Raftel, pulau asing yang tak seorang pun berani datang kesana terkecuali Oda seorang petualang yang dengan selamat masih bisa bertahan hidup setelah kabarnya hilang beberapa tahun yang lalu, lantas ia sekarang sedang menjalani perawatan, ditambah lagi gejala aneh yang dialami seperti demam dengan suhu tinggi, pilek, mata merah serta sering mengigau. Dokter yang menangani pasien tersebut segera melakukan diagnosa, Budi yang kebetulan bekerja di rumah sakit tempat pasien aneh itu dirawat pun mendengar suara gemuruh dari arah ruang perawatan, karna khawatir Budi bergegas langsung menuju ruang perawatan, Berselang beberapa saat Setelah hendak masuk, seorang perawat menepuk pundaknya.
“Hei bengong aja ayo masuk!”
Diam dan tertegun lantas masuk, namun alangkah terkejutnya melihat pasien terkulai di ranjang, dokter hanya duduk di kursi agak sedikit lemas, selangkah demi selangkah Budi mendekati jenazah itu dengan rasa cemas seperti di film –film, bangkit jadi zombie. Kening sudah keringatan, si perawat datang menepuk lagi.
“Daripada kau mengecek pasien itu lebih baik kau tolong aku berat ni.”
Tergopoh -gopoh perawat itu membawa dokter, tidak lama setelah itu mereka terjatuh. Budi panik dan langsung memanggil tenaga medis yang lain, Setelah diangkut mereka dibawa ke ruang pemeriksaan untuk diketahui gejalanya.
Berminggu –minggu setelah periswa tersebut, hasil diagnosa telah dirilis, ditemukan fakta adanya virus dalam tubuh orang asing, lebih mengejutkan lagi bahwa virus itu telah menular kepada dokter, sehingga perlu adanya penanganan serius. Keterbatasan alat dan tenaga membuat keadaan semakin memburuk, virus itu menyebar dengan begitu cepat menyebabkan para tenaga medis dan pegawai rumah sakit, bukan hanya itu saja selang beberapa hari virus itu telah menyebar ke kota menyerang masyarakat sipil, berpindah dari satu kota ke kota lain, provinsi bahkan negara dan pada akhirnya menjadi gejala nasional, hanya segelintir daerah yang tidak terlalu terkena imbasnya,hal itu dipengaruhi oleh keterbatasan akses yang menyebabkan orang asing, apalagi masyarakat di daerah pedalaman sangat tertutup oleh pihak luar, wabah ini oleh pemerintah secara global merupakan pandemi terparah yang pernah terjadi di sepanjang sejarah umat manusia.
Sentot pun demikian, ia sekarang luntang –lantung tiada kejelasan arah kehidupan, setelah ia dipecat dari pabriknya terancam bangkrut, ditambah lagi istri Sentot yang minta uang bulanan lagi, karna uang bulan lalu sudah habis untuk membeli kosmetik merek terbaru.
“Mas kalau kamu pulang tanpa membawa uang lebih baik keluar sana!”
“Iya ini lagi usaha sabar dong, aku kan baru saja kena PHK.”
Ia didorong istrinya hingga tersungkur, perasaan Sentot hancur ketika wanita yang di pacarinya hingga kawin lari, sekarang berbuat seperti ini kepadanya, beberapa waktu berselang Sentot pumya pekerjaan baru sebagai penjual masker buatan tangan rekan kerjanya waktu masih sama –sama di pabrik, Sentot membuka lapak di emperan trotoar yang seharusnya digunakan pejalan kaki, sedangkan di pasar sudah sempit dan berdesakan, apalagi jatah uang keaamanan yang harus distorkan. Lain halnya dengan Budi setelah rumah sakit tempat ia bekerja diindikasi menjadi sumber penyebaran virus, rumah sakit tersebut ditutup guna seterilisasi dan akan dibuka kembali saat keadaan membaik, ia bingung harus mencari kerja dimana, semua lembaga kesehatan belum membuka lowongan pekerjaan banyak yang masih berfokus kepada penangan koban dan penyuluhan tentang bahaya virus.
Budi dengan perasaan bingunga berpikir keras berusaha mencari jalan keluar, memejamkan mata sejenak sembari memijat –mijat kepala, tiba -tiba ia teringat masker dan antibiotik yang berada dalam gudang rumah sakit, ia berniat untuk menjual nya dan itu secara diam –diam, saat itu juga ia lekas menuju rumah sakit,untung nya rumah sakit sudah tutup dan hanya ada beberapa penjaga yang sepertinya ngantuk dan inigin segera tidur. Niat agak sedikit takut ia langkah kan kaki menuju pintu belakang., jantung berdegup kencang takut ketahuan ,tampak tumpukan masker di dalam gudang tanpa pikir panjang ia lantas memasukkan ke dalam plastik yang dibawanya dari rumah, ia langsung pergi dari gudang karena takut ketahuan, Sampai di rumah ia langaung menyimpan di dapur, Budi mencuci kaki dan tidur. Mentari beranjak dari tempat tidurnya ia bersiap diri dan berkemas dan menjual masker tersebut di emperan trotoar pasar.
“Ayo mas mbak beli masker nya murah hanya Rp. 5000 saja!”
“Beli sama saya aja mbak maskernya bekas daur ulang!”
“Jangan fitnah, kau kira kau itu benar dan jujur?”
“Mbak mas jangan beli maskernya, itu barang curian dari rumah sakit!”
Sekian lama mereka berdebat seperti itu membuat riuh jalan pinggiran pasar, karna riuh pada akhirnya preman di sekitaran pasar mengamankan mereka berdua, dan mengobrak- abrik dagangan mereka berdua. Langkah kaki luntang – lantung menjejaki nasib yang masih mengawang –awang di kepala, selang waktu telah berjalan kaki Budi dan sentot masih saja mengoceh –mengoceh saling menyalahkan. Di separuh perjalanan mereka berdua bertemu lelaki paruh baya yang sedang kesusahan membawa sejumlah tas, keringat mengucur namun dengan pertimbangan mereka ragu untuk menolong.
“Kenapa di jalanan ada kakek berjalan sendiri?”
“Ha itu aku juga bingung dan bertanya- tanya.”
“Tapi jujur aku kasihan teringat kakek di kampung.”
“Ya sudah lah mari kita tolong dia.“
Budi dan Sentot segera menolong kakek itu dengan hati – hati sentot membawa buntalan itu, serta Budi memapah kakek itu sambil bercakap –cakap.
“Maaf kek, kalau boleh tahu kakek mau ke mana gerangan?”
“Saya lihat dari tadi kakek sendiri saja, tidak takut dirampok orang jahat?”
“Jadi begini cu, kakek mau membawa barang kakek ke rumah tapi apalah daya kakek sudah tua dan perjalanan kakek masih jauh.”
Setelah berselang beberapa waktu dari arah depan ada sebuah mobil mewah yang datang, lantas berhenti di depan mereka, perasaan bingung pun menghampiri Sentot dan Budi sekaligus takut dan menganggap mereka akan ditangkap atas kelakuan mereka, satu orang tinggi besar berjas rapi layak nya pengaman kaum elit di film- film. Ia membuka pintu dan segera menemui mereka.Namun sungguh terkejutnya ternyata orang asing yang menemui mereka adalah anak buah kakek yang mereka tolong.
“Tuan kenapa anda keluar tanpa pengamanan? Saya cemas mencari anda kemana – mana. “
“Iya ya saya bosan dan ingin beradaptasi.”
“Baik lah kalau begitu mari saya antarkan anda pulang.”
“Tapi ajak lah mereka berdua aku ada urusan.”
“Baiklah tuan.”
Mereka berdua masih bingung dan bertanya –tanya mengapa diajak juga dan nada urusan apa kira –kira, berselang beberapa waktu di perjalanan si kakek mengajak mereka bercakap –cakap, karna heran sedari tadi Sentot dan Budi hanya terdiam.
“Hei Mengapa kalian kalian bengong aja, ada sesuatu kah yang mengganjal pikiran kalian ?”
“Tidak kek kami sebenarnya masih bingung ada urusan apa sehingga kami dibawa ke rumah kakek?”
“Ada sesuatu yang ingin ku bicarakan dengan kalian berdua.”
“Oh baiklah kalau begitu kek kami akan ikut.”
Separuh perjalanan sudah dilalui rumah kakek semakin dekat, Sentot dan Budi Masih saja tercengang hanya kaku terdiam, masih meresa takut kalau seandainya mereka diculik atau dibunuh saat mereka sudah sampai di rumah si kakek dengan muka pucat pasih mereka berdua terus mengira –ngira, setelah sekian lama akhirnya sampai ke rumah kakek, betapa terkejutnya Budi dan Sentot melihat rumah mewah dan besar kakek, mereka berdua dipersilahkan masuk di rumah besar kakek, kemudian duduk di sofa empuk, tak terhindarkan mata mereka berdua masih liar melirik seisi rumah kakek seakan tidak percaya, beberapa saat tercengang tiba –tiba dikejutkan oleh kakek.
“Hei biasa saja mata itu entar bisa lepas loh.”
“Hehe iya kek kami hanya tidak menyangka saja apa lagi saya dan Sentot.”
“Makanya jangan suka melihat orang itu dari luar saja, ada yang ingin kakek bicarakan.”
“Jadi begini kakek sedang menjalankan bisnis.”
“Bisnis apa ini kek?”
“Kakek punya bisnis tekstil namun ini illegal, saya sudah memantau kalian berdua sedari lama.”
“Jadi apa yang kakek mau dari kami berdua?”
“Kalian harus bekerjasama, saya akan fasilitasi semuanya.”
“Tapi jika kami menolak.”
“Saya akan jebloskan kalian ke penjara karna saya tahu apa yang kalian yang kalian lakukan.”
“Waduh kalau begini jadinya baiklah saya dan Sentot akan menurut.”
Setelah memperoleh kata sepakat akhirnya mereka sepakat, Budi dan sentot pulang dan kakek tersenyum –senyum seakan ambisinya sudah tercapai, kakek pun lekas memerintahkan karyawannya untuk menyiapkan masker. Seperti biasanya setibanya di rumah Sentot mendengar ocehan istri nya karna beras hampir habis, anaknya juga rewel minta sepatu baru sebab sepatu lamanya yang sudah rusak, sementara Budi menahan rasa sedihnya melihat ibunya terbaring sakit dengan segala tekanan yang mereka alami,sekian lama merenung berjalan –jalan mencari angin langkah kaki mengantarkan pertemuan di ujung jalan.
“Sepertinya memang kita harus ikut kakek itu, istri ku rewel banget.”
“Nenekku juga sekarang sedang terbaring dan aku tidak ada uang menebus obatnya.”
Setelah mereka bercakap –cakap malam semakin malam dingin dan mata pun tak bisa ditolerir lagi, mereka pun pulang, Pagi mulai beranjak dari ranjang nya Sentot dan Budi menyiapkan diri pergi ke kediaman kakek, berselang beberapa menit setelah mereka berpamitan ada mobil yang mendatangi rumah mereka masing –masing, rupanya di dalam mobil itu sudah ada kakek, kami diajak pergi ke pabrik. Mata terbelalak melihat begitu luas dan besar pabrik tersebut.
“Nah jadi kamu Sentot tolong kamu kordinir produksi masker.”
“Sedangkan kamu Budi tolong lakukan pengawasan jika ada polisi dan saya minta mata- mata saya untuk awasi pergerakan polisi.”
“ Ayo kita berkeliling lagi nanti saya akan perkenalkan kalian dengan investor kita.”
Berselang beberapa waktu datang seorang paruh baya seumuran kakek menyapa dari kejauhan sambil melambai lambaikan tangan.
“Hei Surya kau darimana saja aku sudah menunggu mu dari tadi.”
“Hehe maaf tadi aku menjemput dua cucu ku ini.”
“Jadi ini pemuda yang kau ceritakan tempo hari.”
“Sentot, Budi perkenalkan ini kakek Broto dia yang akan menjadi investor kita”
Setelah mereka berbincang –bincang saling memperkenalkan diri akhirnya bisnis pun mulai dijalankan Sentot terus memimpin produksi masker bahwa bukan cuma itu ia juga melakukan pengadaan masker dengan membeli masker – masker rumah sakit dengan harga tinggi. Hal itu berjalan terus – menerus selama beberapa waktu, sehingga pasokan masker mulai menipis sedangkan pada saat masyarakat banyak terkena virus sangat membutuhkan masker. Sentot terus memproduksi masker dan meninbun nya di gudang. Sedangkan Budi sibuk menyuap petugas yang datang agar tak begitu serius mengontrol aktivitas pabrik dan menanyakan hal ini dan itu pada otoritas pabrik, Keadaan global makin memburuk virus makin memperparah keadaan, pemerintah dan tokoh publik sedang gencar –gencarnya mensosialisasi kan prihal bahaya virus dan bagaimana cara mencegahnya, melihat keadaan tersebut, Sentot mulai berpikir bahwa ini saat yang tepat untuk bisa menjual masker yang telah ditimbun selama ini, berselang beberapa hari sesudah masker timbunan itu dijual, sesuai perkiraan bahwa permintaan pasar meningkat drastis bukan hanya di kota saja, luar kota provinsi bahkan negara, lama- kelamaan menembus negara –negara tetangga.
Keadaan seperti itu tak bertahan lama hingga pasokan masker pun hampir menipis, belum lagi ada karyawan pabrik yang terjangkit virus, hal itu membuat keadaan bertambah kacau harus meliburkan karyawan sementara pabrik butuh buruh untuk terus memproduksi masker, pabrik harus segera ditutup sampai Sentot menemukan bagaimana cara mengaktifkan pabrik kembali. Berselang setelah penutupan pabrik Sentot dan Budi melaporkan kejadian tersebut pada kakek, kakek pun tak bisa berbuat apa- apa, ditambah lagi kakek Broto protes soal saham yang ia tanam di pabrik itu belum dapat balik modal sepenuhnya, setelah perode tahun ke 2 ia kembali menanam saham investasi, kakek mengajak Budi dan Sentot berdiskusi membahas masalah ini.
Sekian lama berdiskusi tercetus ide dari Budi untuk mendaur ulang masker – masker bekas – bekas orang orang di kota, setelah memutuskan hal tersebut mereka bergegas mengumpulkan masker bekas dari kota, meletakakn nya di pabrik, namun alangkah sial gerak –gerik Budi dan Sentot ternyata telah diawasi oleh intelejen polisi, karna hal mencurigakan yang mereka buat mengumpulkan masker bekas yang seharusnya dibuang, setelah cukup banyak mengumpulkan masker bekas, mereka memperkerjakan beberapa karyawan yang masih sehat agar memperbaikinya dan siap jual kembali.
Tanpa pikir panjang langsung menjual masker hasil daur ulang dengan harga yang lebih murah, berselang beberapa hari seperti perkiraan bahwa masker mereka di terima pasar dengan baik, dan penjualan pun berjalan dengan pesat.namun keberhasilan itu tak berlangsung lama masker bekas yang mereka jual menimbulkan masalah, pengguna masker merasakan gatal pada area bibir dan pipi, apalagi lansia yang rentan terkena.
Tanpa sepengetahuan kakek Surya, Budi dan Sentot, polisi mengumpulkan bukti ketidakberesan dari oknum–oknum pakbri tekstil tesebut, keesokan harinya seorang polisi menyamar sebagai investor guna menyelidiki lebih dalam lagi. Diutuslah seorang polisi muda bernama Solihin, Solihin menyamar sebagai pengusaha garmen yang sukses, lantas segera menghubungi Sentot selaku pemegang pabrik.
“Selamat siang, apa benar ini dengan bapak Sentot ?”
“Iya benar ini saya, ini dengan siapa ya?
“Solihin pak, saya pengusaha garmen, kebetulan saya tertarik”
“Oalah jadi bapak ingin investasi di pabrik kami, ya sudah besok datang saja ke pabrik pak.”
“Baik lah saya akan datang ke pabrik saya bawa berkas – berkas saya.”
Setelah percakapan yang begitu panjang, akhirnya mereka berdua sepakat untuk melanjutkan pembahasan ke tahap selanjutnya pada pertemuan besok pagi, perasaan kalut dan stres yang di alami oleh Sentot ia tak menaruh curiga apapun ia pun segera memberitahukan kakek Surya dan Budi mengenai ini, mereka sepakat untuk datang esok hari ,Keesokan harinya Solihin tiba di pabrik disambut oleh Budi dan kakek.
“Oh jadi ini investor kita yang kau bilang itu tot ?” Perkenalkan saya kakek Surya pemilik pabrik ini”.
“Salam kenal kek saya Solihin.”
“ Satu lagi ini Budi rekan kerja saya.”
Setelah mereka saling memperkenalkan diri, Solihin mempromosikan dirinya dihadapan mereka agar mereka sepenuhnya percaya, Solihin pun diajak jalan –jalan melihat lihat seisi pabrik, selang waktu , berkeliling, naluri Solihin curiga terhadap gudang yang di gembok, sehari sebelum kedatangan Solihin telah mengumpulkan banyak informasi bahwa masker bekas itu disimpan di dalamnya.
“Itu ruangan apa pak Sentot ?”
“Ah itu hanya gudang pak.”
“Oh begitu, mari kita lanjutkan pak saya masih penasaran dengan pabrik ini.”
“Baiklah ayo pak.”
Setelah sekian lama berjalan – jalan perjalanan melihat pakbrik pun selesai, namun ada suara kegaduhan dari arah ruang tamu.
“Keparat! Kembalikan uang saya ! atau saya beberkan kebusukan kalian!”
Kakek Surya langsung memrintahkan Budi untuk membekap mulut kakek Broto agar tidak terdengar oleh investor baru dan membawanya keluar, namun sayang suara itu terdengar oleh Solihin ,secara diam – diam Solihin telah merekam semua suara tadi untuk dijadikan bukti. Suara pun meredam , semua tampak baik –baik saja. Solihin dan Sentot sampai di ruang tamu dan segera berpamitan.
“Oh ya pak kalau begitu saya permisi pulang.”
“ Ah iya silahkan pak.”
“ Saya senang sekali hari ini, kemana pergi kakek dan pak Budi tadi ?”
“ Oh mungkin mereka sedang keluar pak.”
“ Kalau begitu sampaikan salam saya kepada mereka saya pamit pulang pak.”
Setelah berpamitan Solihin langsung bergegas ke kantor menemui atasannya untuk menceritakan semuanya dan memberikan bukti, pihak kepolisian pun sepakat untuk melakukan penangkapan besok sore, malam nya solihin mengabari Sentot bahwa ia akan datang membawa berkas kesepakatan dan sejumlah uang investasi. Sentot sangat senang ia lantas segera menghubungi kakek dan Budi agar datang besok, sementara itu pihak polisi telah membuat strategi untuk mengepung setiap sudut pabrik. Esok pagi nya polisi dengan berpakaian sipil mondar-mandir di sekitaran pabrik ada yang menyamar menjadi tukang bakso, los sepatu dan penjual bunga.
Tepat pukul 3 Sore hari kakek, Sentot dan Budi telah menunggu di dalam pabrik, ada tapi aneh nya karyawan pabrik tiba –tiba panik karna kedatangan polisi,suasana menjadi kocar – kacir Budi ketakutan sementara kakek megap –megap keringat dingin Sentot pun tak bisa berbuat apa –apa hanya bisa terdiam, terdengar langkah kaki ternyata itu Solihin.
“Tangkap mereka semua!”
“Apa maksudnya ini pak siapa kau sebenarnya?”
“Saya adalah seorang intel polisi saya pura –pura menjadi investor.”
“Keparat ! kau menipu kami!”
“Sudah tangkap mereka !”
Mereka pun masuk dalam bui menyesali perbuatan yang diperbuat. suara klakson wara –wiri tiiittt toot.
“Woi bangun lampu dah hijau macet ni di belakang!”
Oleh: Dewi Citra Ardhana
(VN)