Dalam beberapa tahun terakhir, matcha menjadi salah satu minuman dengan tren konsumsi paling pesat, terutama di kalangan Generasi Z. Tidak hanya hadir sebagai lifestyle beverage ala media sosial, matcha juga dikenal sebagai sumber antioksidan tinggi dan kafein alami yang dianggap lebih sehat dibanding kopi. Tren ini berkembang seiring meningkatnya kesadaran anak muda terhadap pola hidup sehat, keseimbangan mental, dan kebutuhan energi yang stabil dalam aktivitas akademik maupun pekerjaan.
Matcha adalah bubuk teh hijau asal Jepang yang diolah dari daun Camellia sinensis yang ditanam dengan teknik shade-grown. Proses ini membuat matcha mengandung polifenol, katekin, klorofil, serta asam amino seperti L-theanine dalam kadar lebih tinggi dibanding teh hijau biasa. Penelitian menunjukkan bahwa matcha memiliki kemampuan modulasi mikrobiota usus, meningkatkan bakteri menguntungkan seperti Coprococcus yang memproduksi asam butirat, sekaligus menurunkan bakteri patogen seperti Fusobacterium. Temuan tersebut memperkuat posisi matcha sebagai pangan fungsional yang mendukung kesehatan pencernaan, imunitas, hingga keseimbangan kesehatan mental melalui mekanisme gut–brain axis.
Selain itu, kombinasi kafein dan L-theanine membantu meningkatkan fokus tanpa efek gelisah yang sering dialami saat mengonsumsi kopi berlebihan. Tidak heran jika matcha menjadi pilihan pelajar dan pekerja muda yang membutuhkan konsentrasi jangka panjang sekaligus relaksasi mental.
Namun, tren ini tidak sepenuhnya berjalan tanpa risiko. Konsumsi matcha berlebihan dapat menyebabkan gangguan tidur, kecemasan, dan peningkatan detak jantung pada individu sensitif terhadap kafein. Kandungan tannin yang tinggi juga dapat menghambat penyerapan zat besi, sehingga perlu diwaspadai oleh perempuan usia reproduksi dan individu dengan risiko anemia. Beberapa penelitian juga mencatat bahwa konsumsi ekstrak matcha dalam dosis tinggi dapat berdampak pada fungsi hati karena kandungan epigallocatechin gallate (EGCG) yang terlalu besar. Oleh sebab itu, konsumsi matcha tetap perlu dibatasi pada dosis wajar.
Di sisi lain, popularitas matcha juga sangat dipengaruhi oleh media sosial. Platform seperti Instagram dan TikTok mempopulerkan tren matcha latte dan resep DIY berbasis matcha yang menonjolkan estetika warna hijau pekat. Hal ini berperan besar dalam membentuk preferensi konsumsi remaja dan dewasa muda—baik dari sisi kesehatan maupun gaya hidup. Banyak orang menganggap matcha sebagai pilihan sehat meski penyajian sering menggunakan gula pekat atau susu dengan kalori tinggi, sehingga manfaat kesehatannya tidak selalu sebanding dengan citra “minuman sehat” yang melekat.
Berdasarkan kuesioner yang dilakukan kepada sejumlah responden, mayoritas mengetahui manfaat matcha bagi tubuh. Sebanyak 70% responden menilai matcha sesuai dengan gaya hidup sehat dan layak direkomendasikan kepada orang lain. Namun, niat untuk mengonsumsi matcha setiap hari masih rendah. Sebagian besar responden bersikap netral terhadap efek langsung matcha pada tubuh, dan 35% tidak berniat menjadikannya konsumsi harian. Alasan yang muncul antara lain:
-
kurang merasakan perubahan signifikan pada tubuh,
-
harga matcha murni relatif tinggi,
-
lebih memilih minuman berkafein lain seperti kopi.
Meski demikian, persepsi positif terhadap matcha tetap dominan, terutama sebagai alternatif minuman energi yang lebih stabil dan ramah pencernaan.
Cara Konsumsi yang Tepat
Untuk mendapatkan manfaat optimal, matcha sebaiknya dikonsumsi dalam bentuk pure matcha tanpa tambahan gula berlebihan. Rekomendasi konsumsi:
-
1–2 sendok teh matcha per hari
-
diseduh dengan air panas maksimal 80°C agar nutrisi tidak rusak
-
lebih baik dikonsumsi setelah makan, bukan saat perut kosong
Bagi penderita anemia, matcha sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan makanan sumber zat besi untuk menghindari penghambatan penyerapan.
Matcha bukan sekadar tren gaya hidup sehat; kandungan katekin, L-theanine, dan antioksidannya memberikan manfaat signifikan bagi energi tubuh, kesehatan usus, sistem imun, serta konsentrasi mental. Namun, konsumsi yang berlebihan tetap berisiko, sehingga diperlukan keseimbangan dan pemilihan penyajian yang benar.
Dengan konsumsi bijak dan pola hidup sehat secara menyeluruh, secangkir matcha per hari dapat menjadi bagian dari gaya hidup sehat generasi masa kini—bukan hanya sekadar tren sementara.
Penulis: Raissa Al Fitri dan Rihadatul Aisi































